Sabtu, 16 Oktober 2010

KISAH GURU DAN PROFESINYA Part I


Beberapa bulan terakhir ini banyak waktu tersita untuk pekerjaan, dan tugas kuliah. Yah itulah resiko yang harus dihadapi ketika aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah sambil bekerja di dua sekolah sekaligus. Mencoba terus memperbaiki management waktu agar tak satupun terbengkalai. Namun minggu ini benar-benar dalam titik kejenuhan, dan keluh kesah pun terlontar begitu saja, salah satunya
dari tiga kegiatanku harus ada yang dikorbankan, yaitu pekerjaanku. Resign, resign dan resign dari yayasan itu! seolah kata itu sajalah yang ada di otak ku saat ini….Karena dari beberapa kali pertimbangan yayasan tersebut lah yang banyak membebaniku. Dalam jarak yang terbilang jauh menghabiskan waktu 1 jam dengan dua kali transit angkutan umum,dan honor yang bisa dikatakan kurang sesuai, belum lagi segudang tuntutan yayasan yang semakin tak berpihak, alasan yang cukup kuat untuk segera berpaling. Apa lagi yang harus dipertahankan, pertanyaan sekaligus pernyataan yang semakin menguatkan diri ini untuk segera menghadap atasan dan menyatakan untuk tidak lagi bergabung di instansi nya.
Kakipun terus melangkah menelusuri koridor, melewati satu persatu ruangan kelas, dan perlahan menaiki satu demi satu anak tangga. Sesampai di lantai atas, senyum dan panggilan manja mereka saling bersahutan menyapa, terang saja hati yang gundah tadi bias oleh tingkah mereka terlihat begitu polos dan lucu.
Masuk ke kelas, berbondong-bondong mereka berkumpul di depan mejaq menyapa dan menanya kabar, dengan sedikit jaim dan balutan senyum kecil q pun menjawab, “Kabar ibuk baik sayang”, jawaban itulah yang mereka tunggu hingga mereka kembali ke bangkunya masing-masing. Dan sudah waktunya mereka mengerjakan setiap butir soal ujian,yah pada hari itu sedang berlangsung ujian tengah semester.
Tak jauh berbeda,suasana yang sama terjadi diluar kelas ketika hendak menuruni tangga dan berniat untuk segera berangkat ke kampus yang letaknya tak begitu jauh dari tempatku berbagi ilmu. Siswa-siswa ku menghadangku di depan tangga, seraya berebutan untuk bersalaman dan bertanya “kok ibu cepat kali pulangnya?” disambut oleh siswa lain yang masih menyempatkan bertanya mengenai materi pelajaran yang akan keluar di ujian esok, ku sempatkan untuk menjawab dan sedikit member respon dari setiap canda dari para penerus bangsa ini. Bel pun berbunyi tanda mereka harus segera kembali ke kelas dan berkutat kembali dengan soal-soal ujiannya. Aku pun turun ke lantai bawah, dan mencentang absen pulang sebelum benar-benar ku pergi dari sekolah. Di gerbang sekolah masih ku jumpai 2 siswi yang menunggu ku hanya untuk menyalamiku dan mengantarku sampai di depan pasar. Seolah mereka bisa membaca apa yang ada dipikiranku tentang planning ku untuk resign dari sekolah tersebut, tapi tidak…tidak seorang pun dari mereka tau….
Dalam waktu kurang dari 15 menit aku pun sampai di kampus, namun belum seorangpun teman sekelas yang hadir pada saat itu, dalam kesunyian itu pun ku mulai merenungi setiap moment yang terjadi di sekolah tadi, melihat senyum mereka dan canda mereka seolah menghapus rasa lelah dan kejenuhan ku. Membuatku merekonstruksi planning untuk bertahan atau resign dari pekerjaan tersebut.
Yah setidak nya aku harus kembali menata hatiku meluruskan niatku…. Bahwa bukanlah materi yang seutuhnya bisa membuat kita bahagia, kenyamanan dan perasaan puas melihat orang lain senang dengan keberadaan kita jauh lebih bernilai. Apalagi untuk profesi guru, sudah seharusnya kita bermanfaat buat masyarakat, dapat diterima oleh siswa-siswa kita dan menjadi guru yang menyenangkan buat siswa sehingga mereka dengan mudah menyerap ilmu maupun bimbingan dari gurunya.



Medan, 12 September 2010
Coretan seorang guru junior yang masih belajar dan terus berusaha untuk menjadi guru sejati, guru professional, and excellent teacher…